Dari Thaif ke India

Alhamdulillahirobbil 'aalamiin, kita masih diberikan kesehatan dan perlindungan oleh Allah SWT. Saat ini kita memasuki bulan Rabi'ul Awal 1443 H, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada setiap 12 Rabi'ul Awal tahun ini jatuh pada hari Selasa 19 Oktober 2021. Sebagai umat Islam kita harus meneladani akhlak Rasulullah dalam perjuangan beliau mendakwahkan dan mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia. Dan berikut ini salah satu kisah dakwah Islam beliau ketika hijrah ke negeri Thaif. Semoga kita bisa memetik hikmah dari kisah perjuangan beliau di awal mengenalkan Islam di Jazirah Arab.

Dari Thaif ke India

“Jangan timpakan dua gunung itu. Namun aku berharap supaya Allah Azzawajalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun juga.” (HR Bukhari Muslim).

Siapa pun pasti berduka ketika membaca kisah Rasulullah sesampainya beliau di Thaif. Kota itu sejuk, subur , hijau dan permai. Pohon-pohonnya lebat dan lembahnya penuh dengan mata air yang asri. Tak salah jika Rasulullah berharap dakwah Islam akan diterima di sana. Apalagi di Thaif, Rasulullah memiliki tali kerabat dengan kabilah Tsaqif, kaum terhormat yang diikuti oleh rakyat Thaif. Saat itu, hati Rasul sedang sedih-sedihnya, baru saja paman dan istri yang membela dakwahnya Allah wafatkan.

Bersama Zaid bin Haritsah, Rasulullah berangkat. Jaraknya sekitar 80 kilometer dari Kota Makkah dan jauhnya perjalanan dilalui oleh Nabi kita tercinta tanpa kendaraan. Beliau berjalan kaki, sangat jauh, sangat lelah, namun di lubuk hatinya, ada harap-harap dan optimisme yang juga terpancar dari wajah gagahnya. Ia ingin sekali Thaif menjadi bagian dari perluasan dakwah Islam, ketika Makkah mulai menyiksa satu per satu pengikutnya, memisahkan suami dari istri, membunuh anak-anak dan membantai para budak yang memeluk Islam.

Namun, kamu tahu apa yang terjadi selanjutnya. Begitu menyayat hati dan rasa ...

Tidak banyak yang tahu bahwa Rasulullah singgah di Thaif selama 15 malam lamnya. Beliau berjalan dari tempat ke tempat, pasar ke pasar, komunitas ke komunitas. Saat itu usianya 50 tahun, namun raganya masih kuat dan bugar. Pancaran kebijaksanaannya merasuk ke setiap orang yang mendengarkan dakwahnya. Setiap kali melewati tempat di mana orang-orang berkumpul, Rasulullah mengucap salam sembari mengenalkan Islam.

Sebenarnya hati kecil mereka terketuk untuk menerima, namun keangkuhan meraja di masing-masing jiwa. Tak ada yang menjawab, tak ada yang merespon, semuanya berpaling dan menganggap kedatangan manusia termulia ini hanyalah angin lalu. Hal ini terus berlanjut sampai suatu hari ketika Nabi dan Zaid bin Haritsah bertemu dengan beberapa orang yang sedang duduk-duduk bercengkerama. Dengan senyumnya yang terang, Rasul mulai mengajak mereka penuh kelembutan untuk menerima Islam. Namun, mereka malah menjawab ...

“Kenapa harus anda yang jadi Nabi?! Apakah Allah tidak menemukan orang lain selain anda?!”

Bayangkan jika kamu yang menerima umpatan itu, sakit bukan main tersayat hatimu. Namun Rasulullah tetap tenang sembari memandang mereka seraya menjawab, “Jika kalian menolak memberikan perlindungan dan masuk Islam, aku punya satu permintaan; janganlah kalian mengabarkan kepada Quraisy bahwa aku datang untuk meminta pertolongan.” “Dan jika kalian menolak, maka biarkan aku pergi,” lanjut Nabi, masih dengan nadanya yang lembut dan bijaksana.

Ketika Rasulullah dan Zaid bin Haritsah berjalan menjauh dari mereka, orang-orang Thaif melihat pemandangan itu dan mengerumuni Rasulullah. Wajah mereka penuh kedengkian dan amarah, entah setan mana yang membisikkan mereka untuk menghadang sang Nabi.

“Enak saja! Anda tidak bisa keluar dari Thaif sampai kami melempar anda dengan batu!” seru salah seorang di belakang Rasulullah sambil mulai memprovokasi masyarakat dan mengumpulkan batu. Orang-orang yang melihatnya mengikuti apa yang ia lakukan, mengumpulkan kerikil besar nan tajam untuk dilemparkan dengan amat kuat ke arah Nabi. Untuk beberapa saat, Nabi tak akan mengira situasi akan berubah secepat ini. Ia sempat tak bergerak, melihat situasi...

Namun, mereka mulai melempari Rasulullah dan Zaid bin Haritsah  dengan kerikil-kerikil di tangan mereka. Lemparan yang keras itu diiringi dengan raut muka mereka sambil tertawa. Pemuka kabilah Tsaqif tak mau ketinggalan kesempatan, disuruhnya anak-anak kecil dan orang gila ikut melempar batu dan meneriaki Rasulullah dengan umpatan-umpatan menyayat hati.

Zaid berusaha melindungi Rasulullah, menjadikan badannya sebagai perisai untuk manjaga raga sang Baginda. Namun lemparan batu itu bak hujan deras yang menghujani daun kering. Zaid dan Rasulullah berdarah-darah, terluka parah, kulitnya terkelupas dan memar di seluruh badan. Sandal Rasulullah sampai basah dengan darah! Keduanya berlari terus menuju arah gebang Thaif dan baru berhasil berlindung di balik tembok Utbah dan Syaibah, yang jaraknya 7 kilometer dari Thaif!

Setiap aku membaca kisah ini, air mata selalu saja mengalir. Aku membayangkan, bagimana mungkin Nabi yang kita cintai, manusia yang kita rindukan, mempersembahkan nyawa sebagai taruhan agar dakwah bisa diterima. Beliau nyaris wafat dan para sejarawan mencatat, selama lari keluar menuju Thaif Rasulullah beberapa kali tak sadarkan diri. Lelah bercampur sakit, sedih, kecewa, dan luka. Di saat-saat mengharu biru itu, datanglah Jibril yang perkasa, menenangkan Rasul  sembari berkata, “Sesungguya Allah telah mendengar apa yang kaummu lakukan padamu. Dan Allah telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang kau kehendaki wahai Nabi Allah.”

Malaikat penjaga gunung sudah ada di samping Jibril, kemudian mengucap salam pada baginda Nabi seraya menawarkan, “Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan dua gunung Akhsyabain!”

“Tidak,” jawab Rasulullah.

Pecah tangis kita membayangkan jawaban itu keluar dari bibirnya yang sedang berdarah, sembari meluruskan kakinya yang mulia yang koyak karena lemparan batu, tumitnya nyaris pecah disambar kerikil tajam, dan ternyata jawaban beliau adalah, ”Tidak! Namun aku berharap supaya Allah melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun juga.”

Dan kisah ini, abadi, ribuan tahun lamanya bersemi menjadi inspirasi bagi jutaan da’i yang mengajak umat manusia untuk mengenal Ilahi. Andaikan Rasul mau, Thaif kini bisa berubah jadi jurang terjal, atau danau dalam. Namun sungguh, do’a beliau menjelma menjadi keajaiban yang bisa kita lihat di episode sejarah berikutnya. Penduduk Thaif yang dulunya melempar batu dengan ganasnya, kini berganti menjadi bagian terpenting dalam sejarah Islam.

Ketika Abu Bakar Ash Shiddiq diamanahi menjadi pemimpin kaum Muslimin sepeninggal Rasulullah, keadaan Jazirah Arab saat itu kacau balau, parah dan berpecah. Banyak suku-suku yang kembali murtad, beberapa ada yang mengaku sebagai nabi, beberapa lagi ada yang tak mau membayar zakat. Saking sulitnya zaman itu, Dr Raghib Sirjani sampai menulis dalam bukunya ‘Ummatun Lan Tamut’, “keadaan di masa sepeninggal Rasulullah itu lebih rumit dan lebih menyedihkan 1000 kali lipat dari pada yang kita rasakan saat ini”.

Ajaibnya adalah, di antara banyak kota dan kabilah yang kembali murtad, hanya tiga daerah yang benar-benar aman dari pemberontakan. Kota Madinah sudah pasti aman, begitupula Kota Makkah. Kota ketigalah yang membuat hati kita bergetar, seakan-akan inilah jawaban dari do’a Rasulullah di hari ketika beliau dikejar dan dilempari batu. Karena kota ketiga yang aman dalam keimanan itu adalah; Kota Thaif.

Orang-orang Thaif menjadi garda terdepan dalam membela kepentingan Islam. Mereka mempersembahkan kekuatan untuk memantu Khalifah Abu Bakar demi menyatukan kembali Jazirah Arab dalam pelukan cahaya dakwah. Bayangkan, dahulu kakek nenek mereka adalah penjahat besar yang melempar batu dengan kerasnya ke arah Rasul sampai beliau tak sadarkan diri. Namun datang saatnya, ketika anak cucu mereka malah menjadi pembela Islam  di saat yang lain tergantikan. Dalam Islam, keajaiban ini sangat sering terjadi.

Sungguh mulia akhlak Nabi kita Muhammad SAW, di saat beliau mengalami penderitaan hebat akibat perlakuan penduduk Thaif ketika beliau mendakwahkan Islam, beliau tetap memohon dengan do’a terbaik kepada Allah SWT agar diberikan kepada penduduk Thaif dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun juga.

Mari bersholawat untuk beliau.... Allahumma sholi ‘alaa Muhammad.

Keajaiban selanjutnya dari doa’a sang Rasul, adalah 85 tahun setelah do’a itu terucap dengan indahnya. Ketika Nabi Muhammad memohon kepada Allah, “Aku berharap supaya Allah melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun juga.” Dari Thaif, lahirlah seorng anak yang kelak sejarah akan mencatatnya sebagai panglima termuda sepanjang jalan cerita dunia. Siapakah dia ?

Namanya Muhammad bin Qasim Ast-Tsaqafi. Beliau adalah salah satu panglima termuda dan terbaik yang pernah dimiliki oleh umat Islam. Ia lahir di Kota Thaif 62 tahun setelah Rasulullah wafat, dari rahim wanita Kabilah Tsaqif. Kamu tidak asing dengan Kabilah Tsaqif kan ? Itu lho, Kabilah yang dulunya menolak dakwah Rasulullah mentah-mentah, yang menyuruh anak-anak dan orang gila melempar batu dan mengumpat nabi. Justru di masa depan, kabilah ini melahirkan seorang anak muda yang akan mengislamkan puluhan juta orang di negeri yang sangat jauh dari Arab!

Saat itu, Umat Islam dipimpin oleh Kekhalifahan Umayyah. Wilayah yang dikuasai sudah sangat jauh dan luas, timurnya ada di Persia dan baratnya ada di Spanyol. Karena itulah, banyak pula kerajaan-kerajaan sekitar yang mulai cemas dengan gerakan dakwah kekhalifahan Umayyah yang sangat ekspansif. 

Suatu ketika, sebuah insiden sangat serius terjadi di Samudera Hindia, dimana beberapa perompak India menculik kapal-kapal dagang Kaum Muslimin. Bajak laut India itu merampas barang berharga, memperkosa muslimah dan membunuh lelaki muslim yang mereka temui. Hal ini mereka lakukan sebagai bentuk ancaman pada Kekhalifahan agar jangan sekali-sekali melangkahkan pasukannya di daratan Asia Selatan.

Hal ini membuat Khalifah marah besar dan justru bertekad untuk menaklukkan wilayah India. Namun qadarullah,  dua kali pasukan yang berangkat untuk menumpas bajak laut dan menaklukkan India ini pulang dengan kekalahan. Kekuatan pasukan India tidak bisa diremehkan, mereka adalah orang-orang yang berpengalaman merakit besi terbaik menjadi senjata yang sangat keras dan kuat. Usia negara mereka juga jauh lebih tua dan lebih berpengalaman daripada kekhalifhan Umayyah yang baru seumur jagung. 

Di situlah kemudian, Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik mendiskusikan dengan para panglimanya, kira-kira siapakah yang cocok untuk memimpin pasukan muslimin guna membuka gerbang India. Mereka akhirnya bersepakat untuk memilih seorang anak muda yang memiliki keberanian yang tinggi. Ia tangkas dan cerdas, ibadahnya kuat, cepat membuat keputusan dan manajemennya baik. Semua sifat kepemimpinan ada pada remaja ini, sebab semua orang sudah mengenalnya karena karena ia sering terjun di dunia militer. Siapa lagi kalau bukan Muhammad bin Qasim.

Berangkatlah Muhammad bin Qasim dengan 20 ribu tentara muslimin terbaik menuju wilayah Sindh (sekarang Pakistan dan India). Tidak ada yang mengira, ternyata ekspedisi yang dipimpin oleh Muhammad bin Qasim berujung pada kemenangan demi kemenangan, ia berhasil membuka puluhan kota dan membangun masjid sebagai tanda masuknya Islam di India. Pertempuran terdahsyat terjadi antara pasukan Muslimin melawan pasukan India di bawah pimpinan Raja Dahir Sen. Kali ini kaum Muslimin menang telak, bahkan Raja Dahir Sen tewas di tengah pertempuran.

Tahukah kamu berapa luas wilayah yang dibuka oleh Muhammad bin Qasim Ats Tsaqafi ? Ia berhasil menambah wilayah seluas dua kali jazirah Arab ke dalam naungan Kekhalifahan Umayyah. Perhatikan, pemuda yang lahir dari rahim Thaif ini, melakukan misi besar itu ketika ia berusia 17 tahun!

Mari bersholawat untuk Nabi SAW.... Allahumma sholi ‘alaa Muhammad.

Do’a Rasulullah menjelma kenyataan yang menggetarkan dunia. Kini, penduduk muslim terbesar di dunia setelah Indonesia adalah Pakistan dan India, yang dahulu dibuka oleh jasa Muhammad bin Qasim Ats Tsaqafi bersama 20 ribu mujahid yang ia pimpin. Maka, tidak ada oarang Pakistan yang shalat, kecuali Muhammad bin Qasim mendapat pahalanya. Tidak ada orang India yang mengaji, kecuali Muhammad bin Qasim mendapat pula aliran berkahnya. Tidak ada azan berkumandang di New Delhi, Mumbai, Islamabad kecuali ada balasan baik yang tertuang pada timbangan amal Muhammad bin Qasim.

Indah, kan? Sejarah Islam memberi kita satu pelajaran bahwa segala kemungkinan bisa terjadi jika Allah bersama kita. Ketika Allah berfirman, “Kun”, maka terjadilah hal-hal yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Jika saat itu Rasulullah memendam amarah dan dengki, pasti Thaif sudah hancur dan tak akan ada yang namanya Muhammad bin Qasim. Semua itu menambah keyakinan pada kita, bahwa masa depan orang, siapa yang tahu ?

Jangan menghakimi seseorang karena masa lalunya, dan jangan menghukumi seseorang karena keadaannya hari ini. Betapa banyak penjahat besar berubah menjadi pahlawan di akhir hayatnya, tapi di saat yang sama, tak sedikit juga orang shalih yang jadi pendosa ketika ajal menjemputnya. Tugas kita hanya berikhtiar semampu kita, dan jangan lupa berdo’a moga Allah wafatkan kita dalam keadaan Husnul Khotimah. 


Dikutip dan disalin dari The Untold Islamic History (Sejarah Islam yang Belum Terungkap) karya Edgar Hamas / Founder @gen.saladin; hal 135-144; Penerbit PT Generasi Shalahudin Berilmu Depok Jawa Barat.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Hasil Kegiatan Zakat Fitrah Ramadan 1442 H

Yasinan Kamis Malam Jum'at 10 Feb 2022

Rapat DKM Membahas Pekerjaan Pasang Canopy Masjid